oleh Yoga Asmara/wasono
Sebulan
sudah perilaku Tresna yang kerap dipanggil Esna, tampak aneh. Kadang dia
tertawa sendiri saat memandang aliran air sungai di samping sekolahan. Kadang
dia juga senyum-senyum sendiri, seolah ada sesuatu yang membuat dia senang
hati. Bahkan belakangan ini dia selalu tampil beda. Dia ini memang merupakan
bunga kelas II. Tapi bisa saja dia merupakan bunga SMUN Kawali, jika ada yang
berani surfei.
Mungkin dia sedang jatuh cinta, soalnya dia seperti
nyamuk kena insektisida. Tuing-tuing dia tuh, mungkin mabuk cinta.
“hai
Yeni, kamu lagi ngapain ngliatin saya seperti orang dongo, melompong
begitu?” gertak Esna sambil menggebrak
meja.
“aih
kamu Es, gila ya kamu, orang kamu yang kacau begitu malah nyangka aku yang
dongo”
“memang
saya kenapa?” Esna bingung.
“nah
itu kamu, lagi jatuh cinta ya?” ledek Yeni menggoda
Esna pergi dan membiarkan Yeni melongo dengan
pertanyaan yang meledeknya.
“he…Tresna…,
kamu denger tidak sih pertanyaanku?” teriak Yeni sambil mengejar.
“iya…..trus”
Cecar Esna
“eh
kamu tahu tidak berapa hari lagi akan ada perayaan apa?”
“hah!!!”
“eh
jangan hah dulu, kamu tahu tidak?”
“iya
tahu, 1 muharam, tahun baru Islam. Terus kenapa, oh pasti si mata elang itu
datang ya…pasti dia akan tunggu kamu di alun-alun usai pawai nanti ya”
“wah
pemikiran kamu jitu banget Yen, tapi kamu salah dalam hal menunggu, dia tidak
lagi nunggu dialun-alun”
“trus?”
“ya…
dia…”
“trus
dia apa, tunggu dirumah gitu, atau ikut pawai dan makan baso Adi, atau Toymina
gitu?” Yeni penasaran
“o ow kamu salah semua, pokoknya tunggu saja
nanti, tapi apa yang membuat kamu tertarik dengan hal ini?”
“ah
aku Cuma memahami siklus aja”
Seolah dunia berputar empatpuluh delapan jam sehari,
maka hari yang ditunggu pun sampai sudah. Ini memang dipercepat namanya juga
cerpen.
Pagi itu Yeni, sudah
nangkring dipinggir pos satpam, wajahnya tampak gelisah, mondar-mandir tidak
karuan. Ini lebih aneh karena setiap ada motor siswa masuk, Yeni bersembunyi.
Tapi setiap sembunyi dia terus kesal setelah motor lewat.
“lagi ngapain Neng?” Tanya
pak satpam yang dari tadi memandangi Yeni.
“itu pak lagi tunggu
Esna; sudah masuk belum”
“Neng Tresna maksudnya
Neng!”
“ho’oh atuh, saha deui,”
“eh si Eneng begitu
marahnya, sudah dari tadi, tuh berdua sama orang baru. Tuh dia dekat mushola”
”haaah, waduh siapa tuh”
Yeni kaget
“lah kitamah tidak tahu
neng”
Yeni segera bergegas mendekati Esna yang sedang
berjalan berduaan, wajahnya kesal dan kepalan tangannya gemetar. Hatinya
dongkol, geram dan seolah ingin menghajar Esna.
“Esna….!”
Teriak Yeni kesal
“Iya…..!”
Esnapun menjawab tanpa menengok, dirinya yakin yang memanggil pasti Yeni.
“hey
bidadariku, tunggu aku dong, kamu kejam ya” Yeni berteriak manja sambil berlari
kecil mendekati Esna yang sedang berdua.
“iya
neng Yeni, aya naon” Esna berhenti namun membiarkan cowok yang bersamanya terus
berjalan.
“waduh
kamu kacau ya, kamu saya tunggu dipintu masuk dari tadi, eh tahunya kamu sudah
duluan” Yeni bicara sambil terengah-engah.
“loh,
siapa yang suruh tunggu saya” jawab Esna
santai.
“wah-wah-wah,
kan kamu, waktu sebelum 1 muharam, kamu bilang tunggu saja”
“euleuh
si eneng, memang begitu caranya”
“alah
sudah atuh, hayu ajak saya jumpain itu cowok yang kamu gandeng tadi”
“jangan
ah, nanti kamu jatuh cinta lagi”
“dia
yang cintrong sama saya euy”
Kedua gadis itupun berjalan berduaan menghampiri
cowok yang sedang duduk sendirian.
“hai
Den, kenalin nih, temen kita yang cantik ini” cowok itu pun berbalik sambil
mengulurkan tangannya.
“hai,”
“loh,
ini mah si Deni, simata elang itu yang wah dan aduhai, oh my God, ganteng
banget, hai juga; aku Yeni, aku sering
dengar cerita kamu”
“loh
kok sudah tahu”
“lah
iya kan po….to.. kamu” yeni terus
nyerocos
“Yeni…gila
kamu” Esna memotong sambil menginjak sepatu Yeni.
“adaw,
heh Esna kamu jangan begitu ya, ini cowok ganteng aku juga mau kenal”
“eh,
sudah” Deni menyela dan menghentikan pembicaraan kedua gadis tersebut.
“aku
memang pindah kesini, dan ini demi Esna” mendengar ucapan itu, kedua gadis
itupun terperangah dan keduanya saling berpelukan.
“asyik
nih, kita punya sahabat baru yang pasti semua gadis ingin memiliki”
“memang
Deni pajangan”
Tanpa disuruh Yeni diam-diam meninggalkan dua sejoli
yang tengah dilanda kerinduan.. Mereka saling berjanji untuk saling menjaga dan
melindungi, namun entah dalam batas yang mana. Karena mereka memang masih
sekolah. Biarlah Muharam ini jadi kunci janji mereka. Dan aliran air sungai
Cikadongdong yang terus menjadi saksi sejak pertemuan mereka dahulu.***
0 comments:
Post a Comment