Senin 25 Desember 2019, Ritual Upacara Nyangku
dilaksanakan. Upacara pencucian benda pusaka peninggalan Sanghiang Prabu Boros
Ngora dan para raja sesudahnya ini, dilaksanakan seperti biasa. Ini sekaligus
merupakan media syiar, yang didalamnya ada satu rangkaian prosesi adat budaya
yang sudah turun temurun dari generasi ke generasi.
Upacara ini konon sudah ada dari jaman prabu boros ngora,
pada saat itu prosesi ini merupakan media syiar islam bagi rakyat Panjalu dan
sekitarnya. Nyangku bukan hanya bentuk penghormatan terhadap leluhur panjalu,
namun ini dijadikan moment evaluasi diri, nyaangan laku atau menerangi
perjalanan hidup. Ini untuk membangun pribadi keturunan panjalu yang lebih baik
dan dinamis. Moto panjalu atau bahasa sundanya papagon panjalu yang sarat
dengan nilai-nilai kebajikan dan nilai kebajikan menjadi dasar dan menggema untuk diterapkan dalam
sikap dan prilaku setiap indipidu masyarakat panjalu yaitu berpegang teguh pada
nilai-nilai ajaran islaman dan norma hukum, jujur, saling menghargai dan
menyayangi, menjauhkan diri dari sifat-sifat tercela, berusaha menghidupi diri
dan keluarga dari rizqi yang halal. Moto atau papagon itu adalah mangan karna
halal, pake karna suci, ucap lampah sabenere.
Saat semburat mentari pagi menyirami bumi rombongan pembawa benda-benda
pusaka ini keluar dari areal bumi alit. Mereka menuju ke Nusa gede yang ada di tengah situlengkong.
Arak-arakan ini mencapai panjang lebih dari 500 meter,
mereka bergerak perlahan di iringi solawat nabi dan tabuhan dari gembyung Bumi
alit
Masih sama dengan
tahun lalu, dalam arak-arakan di awali oleh pasukan kraton dari Jogja, mereka
sengaja datang untuk mengikuti upacara nyangku.
Rombongan ini terdiri dari Pasukan dari Jogjakarta, gembyung
bumi alit, sepasang putraputri cicit keturunan panjalu, pembawa dupa, , rombongan
pembawa pusaka yang dipimpin bapak Auh, rombongan ibu-ibu pembawa air di
lodong, dan masyarakat.
Sepanjang jalan di apit atau di kawal oleh para badega dan
masyarakat. Mereka hendak menyeberang ke nusa gede, dengan menaiki perahu,
menyeberangi danau situ lengkong.
Setelah di pulau yang terdapat makam Prabu Hariang Kencana, mereka
disambut oleh kesenian Gembyung dari kampung dukuh yang sudah stanby disitu,selanjutnya
pusaka dan air di tawasuli oleh sesepuh.
Setelah itu, rombongan kembali dan menuju ke alun-alun untuk
memandikan pusaka-pusaka tersebut.
Pemandian diawali dengan memasukan air yang dari lodong ke
dalam tong, kemudian Bapak Auh membawa pedang pusaka peninggalan sanghiang Prabu
Borosngora tersebut ke tempat pemandian. Pusakapun dimandikan, menggunakan air
itu dan di gosok dengan jeruk nipis. Setelah itu pedang diurapi dengan asap
dupa, setelah dirasa cukup, pedang pusaka kembali di bungkus kain putih,
setelah itu kujang pusaka pun mendapat giliran di urapi dengan asap dupa. Setelah
selesai semua, pedang dan pusaka lainnya dibungkus kembali, kemudian diarak
kembali untuk memasuki tempat penyimpanan yaitu bumi alit.
Pemirsa demikian liputan kawalitv.com di prosesi budaya
nyangku 2018, sampai jumpa di lain kesempatan**Wsn
0 comments:
Post a Comment