Oleh: Yoga Asmara

“Apa kabar” cetus Ari “gimana jalan
macet” Ari melanjutkan ucapannya.
“Baik” jawab Hermanto “uh…macet, iya kan mas, makanya kami
sampainya terlambat” Hermalia menyabar sambil merapihkan rambutnya. Ada getaran aneh saat Hemalia memandang Ari
dan berjabatan tangan dengan Hermanto, namun kemudian tumbuh rasa percaya diri
dari benak Hemalia. Dirinya yakin hanya Ari yang tahu getaran-getaran hatinya.
Disisi lain sahabat Ari tengah sibuk dengan
tawa dan senyuman kecil sambil mengintip dari kejauhan. Gunjingan terhadap Ari dan Hermalia pun
tercetus hingga terdengar oleh Pak Roji pengelola Hotel Burangrang.
“Ups ada Pak Roji” bisik Bastian kepada
Herdi.
“Ah nggak usah kalian sembunyi dan
bisik-bisik juga aku sudah tahu” Pak Roji mendekati mereka sambil ikut
mengintip.
“Memang apa yang bapak tahu” Herdi bertanya
penasaran.
“La iya, Ari kan pacarnya Hemalia dan
Hermanto calon suaminya, jadi kalian lagi asik ngegosipin Ari” jelas Pak Roji
dengan penuh keyakinan.
“Sssst Ari datang” Bastian mendesis, tak
lama Ari mendekati mereka dengan senyum di kulum.
“Eh gimana selanjutnya, mana si Wenas?” Ari
berusaha untuk serius walau dirinya tahu teman-temannya sedang tersenyum aneh
kepadanya.
“Oh, ada, dia sedang lihat lokasi, tuh
sebelah sana” jawab Bastian sambil menunjuk kearah Wenas yang sedang mengekar
lokasi Syuting. Kemudian serombongan
terdiri dari Ari, Herdi, Bastian dan Pak Roji berjalan ke arah Wenas.
“Eh Ri, gimana selanjutnya, makan dulu atau
Tike saja, terus siapa yang datang dengan mobil mewah” Wenas memberondong
pertanyaan kepada Ari.
“Aku sih terserah director aja deh,” jawab
Ari, tapi sebelum Ari melanjutkan perkataannya, Herdi sudah nyamber duluan.
“Kalau yang naik mobil mewah itu, Mamah
cayangnya Ari dong”
“Oh dia toh” Wenas manggut-manggut
sepertinya ia sudah tahu siapa mamah yang dimaksud. Ari terlihat kecut, namun berusaha
menenangkan hatinya. Wenas dengan cueknya terus berjalan dengan diikuti oleh
semua rombongan, dan berhenti dibawah pohon besar, kemudian Wenas duduk dan
membuka sepatunya.
“Ah sedapnya, kakiku langsung segar
mendapat oksigen” sementara Ari malah
bengong melihat Wenas membuka sepatu.
“Hei kenapa kamu malah buka sepatu” Ari
bertanya sedikit keras.
“Loh katanya terserah aku, kalau memang
iya, aku mau Syuting sekarang dan Hemalia cepat suruh Make Up, terus Her…kamu
siapin lampu disini dan Bas kamu bawa Kamera beserta kelengkapan lainnya”.
“Siap Bos” jawab mereka serempak
“Terus Pak Saya ngapain” tiba-tiba Pak Roji
bertanya dengan senyum meledek.
“Oh iya kalau gitu bapak saja yang bawa
Hemalia kemari, tapi dengan catatan harus digendong”.
“Ah kalau gitu sih pagar makan tanaman”
jelas Pak Roji.
“Habis ngapain ya, ya sudah Pak Roji disini
saja menemani saya”
“Ok lah kalau begitu”. Ari gerah mendengar perintah Wenas, mau
ditolak sudah janji tapi dikerjakan kasihan Hemalia karena baru datang.
“Sudah Ri panggil saja, memang kenapa,
takut sama pengawalnya” Herdi terus meledek Ari.
Ada rasa rindu yang terpendam dalam dada
Ari, lama tak jumpa dengan Hemalia, walau mungkin saja baru dua sampai tiga
minggu tapi yang namanya cinta, itu sangat besar pengaruhnya. Begitu juga yang dirasakan Hemalia, rasa
ingin mendekati secara bebas dan puas sangat terbatas karena Hermanto mengikuti
langkahnya. Penyesalan memang timbul, mengapa Hermanto harus ikut, tapi mau
naik Bus datang ke hotel Burangrang, itu kan jauh.
“Aduh mas Ari, gimana sih Lia kan masih
cape” Hemalia sedikit menolak saat Ari mengajak untuk Syuting.
“Iya sih, aku juga tahu, tapi yang belum di
Syuting tinggal kamu doang dan si Wenas sudah terlalu lama istirahat, Ayolah
dua Shot aja, nanti juga si Wenas cape kan setelah ini mau makan”. Ari merayu Hemalia agar mau Syuting. Setelah beberapa saat, dengan pandangan mata
yang saling bicara, akhirnya Hemalia luluh dan bersedia untuk Syuting. Ari
berjalan didepan sementara Hemalia mengikuti di belakang bersama Hermanto. Sebetulnya tampak dengan jelas kekakuan Ari
dan Hemalia jika yang memandang orang yang tahu hubungan mereka, namun yakin
bahwa Hermanto tidak mengetahui hubungan dua insan yang berselingkuh. Ada yang mengatakan selingkuh itu indah, dan
bukan tidak tahu bahwa selingkuh itu hal yang tidak baik. Apalagi orang seperti Ari, dia itu sudah
beristri bahkan Farial anak Ari begitu mengagumi ayahnya. Entahlah yang pasti sekarang dua insan yang
sedang kasmaran, kini bagaikan ayam tersedak. Syuting berjalan seperti janji
Ari, Wenas akhirnya minta istirahat dan semua Kru istirahat sambil makan siang
yang sudah disediakan pak Roji sebagai pengelola Hotel Burangrang. Ari diam dia
menyelinap kebelakang dan duduk bersandar di belakang mobilnya sambil
mengaduk-aduk tasnya. Ada harapan semoga Hemalia mau datang untuk sekedar menyapa.
“Hai” sapa Hemalia sambil mendekati Ari
dibalik mobil kru.
“Kok kamu dingin banget sih, nggak rindu
ya?” Hemalia melanjutkan perkataannya sambil memegang lengan Ari, dan Ari pun tampak gugup dengan
kedatangan Kekasih gelapnya, apalagi dengan diam-diam.
“Eh kamu, nekat banget sih, entar Bodiguard
kamu tahu baru tahu rasa” Ari berusaha melepaskan pegangan Hemalia. Walau dalam
hati berucap terimakasih atas kedatangannya karena sudah ditunggu.
“Gimana saya mau ngedeketin kamu, lah orang
itu deket terus, kamu pikir aku gak kangen, mau gila rasanya saya gak ketemu
kamu”
“Ya kalau gitu ayo dong kita pergi dulu
berdua”
“Eh jangan gila kamu ya, bisa dicekek si
Wenas nanti” kini kedua insan tengah melepas kerinduan walau penuh dengan
ketakutan, karna bisa saja Hermanto datang dan mengetahui hubungan mereka, dan
bisa juga anak buah Ari yang datang terus meledeknya.
“Kamu enak ada yang memeluk, bagai mana
dengan aku, bawa jaket aja nggak”.
“Kalau gitu makanya ayo kita pelukan”
Hemalia berusaha memeluk Ari.
“Eh jangan nekat, udah ah ayo kita kesana,
nanti jadi masalah” Ari berusaha mengajak Hemalia kearah kru yang sedang makan.
Malam sudah datang, kru Syuting sudah
mempersiapkan tata cahaya dengan baik, artis-artis sudah make Up semua, Ari
tampak sibuk kesana kemari. Entah apa
yang sedang dikerjakannya, padahal Wenas begitu sibuk dengan krunya.
“Her, kenapa itu si Ari, apa ada yang lagi
ngambek” Bastian memberi kode sama
Herdi.
“Tahu tuh, barangkali Mamahnya lagi
ngadat.” Tak lama memang Ari datang yang diikuti oleh Hemalia tapi diikuti juga
oleh tetesan air mata Hemalia. Apa yang
ter jadi, semua orang bertanya-tanya, namun Ari terus membawa Hemalia kedalam
ruangan Syuting.
“Jangan di paksa Ri” Herdi berteriak tapi
kemudian dibentak Wenas.
“Her, ah, kamu itu suka cari masalah”
bentak Wenas.
“La itu Hemalia nangis kenapa”
“Kali mah berantemsama pengawalnya” sahut
Bastian.
Wenas masuk kedalam dan disambut oleh Ari,
disitu tampak artis yang lain tapi semua bisu.
“Bisa Syuting yang lain dulu Nas” Ari
meminta pada Wenas.
“Oh bisa saja, siapa dulu”
“Ah nggak mas kalau memang harus aku, ya
aku dululah” Hemalia memotong pembicaraan.
“Ah… kurasa lebih bagus kalau kamu dalam
keadaan menangis, lebih menjiwai”
“Oh iya lah kalau gitu”sambung Ari sambil
terus berjalan keluar untuk memberi tahu kru yang lainnya. Memang berat
pekerjaan Ari, dia sebagai pimpo, Ari harus pandai dan cekatan, karna semua
permasalahan tumpah sama dia, dari mulai perizinan sampai urusan makanan
ditanganinya. Syuting sudah dimulai Hemalia tampak begitu cantik dengan pakaian
yang sangat serasi, apalagi tersinari tata cahaya yang sudah di atur oleh ahlinya. Siapa yang tak cemburu bila kekasihnya begitu
cantik dan menggoda apalagi Hemalia seorang artis, maka dari itu Hermanto
selalu mengikuti kemana arah arah langkah Hemalia walau tetap saja dia
kecolongan, Hermanto begitu kuat cintanya tapi Hemaliapun begitu pandai
berselingkuh sehingga dia bisa berpacaran dengan Ari sejak pandangan
pertama.Kalau dilihat dari sisi buruknya Ari tidaklah istimewa karna tak
berambut namun cukup Fungky. Mungkin
itulah yang membuat Hemalia jatuh cinta sama Ari, Romantis?….ah kurasa tidak
terlalu bahkan terkesan Grempang tapi mampu membuat Hemalia jatuh ke
pelukannya.
“Sudah Ri, nanti selesai Syuting bawa aja
dia kekamar lain, selesaikan secara adat kerinduan kalian” cetus Herdi sambil
tersenyum. Begitu juga Bastian mendukung
usul Herdi.
“Biar saja kami yang selsaikan Syuting yang
lain, kau bawa dia, tapi ingat jangan terlalu lama, nanti Hermanto datang”
sambut Bastian sambil menepuk punggung Ari.
Wenas telah menyelesaikan adegan yang diperankan Hemalia, seperti yang
sudah di atur artis yang berikutnya siap di Syuting. Ari membawa Hemalia keluar dan entah dibawa
kemana. Kru yang lain tahu persis apa
tujuan Ari. Sekitar pukul dua tigapuluh
pagi seluruhnya selesai di Syuting dan semua kru represing ditengah
lapangan. Bastian main gitar Herdi
seperti biasa nyelonjor sambil berselimut juga di tengah lapangan. Ari berada di kamar 303 adalah saksi bisu cinta mereka, pandai
benar mereka memanpaatkan momen yangsangat indah itu. Lan Cruiser meluncur dengan cepat, tampak
dari jauh lampunya tajam menembus kegelapan malam yang hampir pagi. Herdi kaget dan sepontan berteriak.
“Hermanto datang”
“Cepat kasih tahu Ari”Bastian gugup dan
menarik Herdi.
Herdi lari menuju kamar 303, dan mengetuk
pintu kamar.
“Ri…dipanggil Wenas” tak lama Ari keluar
sambil membetulkan pakayannya.
“Hermanto datang” bisik Herdi di kupingAri.
“Oh iya tunggu aku” tak lama Ari keluar
bersama Hemalia yang masih membereskan rambutnya. Hermanto turun dari mobil dan disambut dengan
senyuman Hemalia yang begitu manis. Hilang sudah keributan yang terjadi , cerah
wajah Ari, begitu juga Hemalia. Banyak orang dilingkungan mereka yamg tahu bahwa
Hemalia butuh kasih sayang murni, bukan hanya semu, dan kasih sayang itu ada
pada Ari bukan pada Hermanto. Birunya Rindu Hemalia kini telah berubah menjadi
cerah ceria. Hermanto yang tidak tahu
menahu ikut bersukaria, tentu suka karena sang kekasih kini telah menjadi
kembali kepadanya, namun dirinya tidak tahu kalau kemanjannya adalah sebuah
pedang yang tajam.***10-03-2006
0 comments:
Post a Comment